It's time to change, PSSI!

Hari ini, tanggal 26 bulan 12 tahun 2010, tepat 6 tahun setelah bencana alam tsunami yang memporak-porandakan bumi Aceh. Dan hari ini pula, sebuah tragedi di dunia persepakbolaan nasional kembali terjadi, yang mencoreng nama bangsa kita di mata khalayak dunia.

Chaos terjadi di Stadion kebanggaan rakyat Indonesia, Stadion Utama Gelora Bung Karno. Ribuan orang terlibat kekisruhan saat mengantre untuk membeli tiket kategori 3 di final leg 2 AFF Suzuki Cup, yang mempertemukan 2 musuh bebuyutan, Indonesia dan Malaysia. Menurut saya, jelas emosi para penonton para penonton gampang tersulut, karena mereka terpaksa menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Namun, ketidakmampuan panitia ticketing yang koordinasinya diatur LOC dan juga PSSI jelas merupakan sumber dari semua masalah.

Kekisruhan ini juga jelas merupakan puncak kegagalan kerja PSSI di bawah Nurdin Halid yang memang kian lama desakan untuk mundur semakin membesar. Pemerintah sebagai pemegang aspirasi rakyat sebenarnya tidak diam seribu bahasa melihat masalah di PSSI. Melalui KSN beberapa waktu yang lalu, memang diharapkan ada perubahan yang dilakukan oleh PSSI. Namun, janji mereka untuk berubah hanyalah sekedar hembusan janji surga.

Hal ini mau tidak mau harus kita maklumi, karena bukan kepada pemerintahlah PSSI harus mempertanggungjawabkan kinerjanya, karena apa yang mereka lakukan hanyalah tunduk kepada otoritas sepakbola dunia atau FIFA. Bahkan, FIFA akan memboikot keterlibatan sebuah Negara di ajang internasional bila terbukti pemerintah Negara tersebut turut campur tangan atau melakukan intervensi ke otoritas sepakbola Negara bersangkutan. Maka, tidaklah heran jika SBY (yang bisa saya bilang sangat taat aturan yang jelas-jelas buruk) tidak banyak berkutik untuk mereformasi PSSI.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan dalam menghadapi masalah ini?
Kuncinya hanya satu. Menurut saya, jelas aturan FIFA diatas tentu harus segera direvisi. Dan semestinya kekisruhan yang terjadi baru-baru ini sudah menjadi alasan yang cukup bagi Sepp Blatter dan jajarannya. Atau, bila FIFA tidak merasa bahwa aturannya harus direvisi, kinerja Nurdin Halid dan jajarannya selama ini bisa menjadi pertimbangan.

Yah, miris memang, karena resikonya adalah kita tidak bisa mengikuti semua event internasional di bawah koordinasi FIFA. Namun, mengingat bahwa kualitas tim nasional kita (yang walaupun saat ini cukup baik dan membangkitkan euphoria masyarakat) kalah dari bangsa lain, ke-tidakterlibat-an kita di ajang internasional rasanya bukan menjadi masalah. Jika sudah begitu, intervensi PSSI langsung untuk direformasi adalah wajib hukumnya. Garuda di dada!!

HaHaHa

Seru aja denger lagunya. Dan ternyata maknanya (lirik kebetulan dalam bahasa Inggris) sangat memotivasi. So, enjoy it! ;)


hey sweetie, hey sweetie. don't give it up
hey sweetie, hey sweetie, don't give it up
haha
let's go

when it's tough, hahaha
everybody together, hahaha
laugh, yes yes, louder
hahahaha hahaha

today was another hard day
even when the world is noisy
if you just worry, nothing will get done
now, just shake everything off and stand up
if you open that door..

1,2. 1,2,3,4!

the main character on the skylight stage
that's us, it's you
i'm standing in the world
like a burning flame

when it's tough, hahaha
everybody together, hahaha
laugh, yes yes, louder
hahahaha hahaha

if you fall seven times, laugh eight times
even if nothing is working out
you can't just worry about it
now, stretch once, and try again

1,2. 1,2,3,4!

the main character on the skylight stage
that's us, it's you
i'm standing in the world
like a burning flame
the main character on the stage called life
that's us, it's you
i'm standing in the world

it makes you feel better when you laugh together
hahahahaha, like this
you can't just grin with only your eyes. laugh like me
hahahaha hahaha
hahahaha hahaha
laugh, yes yes, louder
hahahaha hahaha

when it's tough, hahaha
everybody together, hahaha
laugh, yes yes, louder
hahahaha hahaha

the main character on the skylight stage
that's us, it's you
i'm standing in the world
like a burning flame
the main character on the stage called life
that's us, it's you
i'm standing in the world

the main character on the skylight stage
that's us, it's you
i'm standing in the world
like a burning flame
(on the skylight stage)

My Way, by Robbie Williams

lagu bagus milik Frank Sinatra yang dibawakan dengan sangat baik oleh Robbie Williams.
Enjoy! :)

#pengakuan

1. Saya (sempat) malu kalau saya kidal
Well, sebenarnya saya sudah sepantasnya bersyukur dilahirkan dalam keadaan seperti ini. Tetapi terkadang, saya merasa sedih menjadi kidal,terutama saat masih kecil, karena saya juga ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi orang normal, menulis dengan tangan kanan, makan dengan sendok di tangan kanan seperti orang lain. Memang untuk masalah menggunakan sendok bahkan sumpit, saya sudah cukup mampu untuk menggunakan tangan kanan, walaupun sebenarnya ada sedikit penolakan dari tubuh saya sendiri di situasi tertentu, dan untuk itu saya sangat bersyukur pernah bersekolah di madrasah yang untuk urusan tata cara makan dan minum saja sangat diperhatikan. Coba saja bayangkan bagaimana sulitnya seorang anak normal yang tiba-tiba diperintahkan untuk menggunakan tangan kiri saat makan, tentu saja sult bukan? Karena itu pula, saya tidak bisa membawa kendaraan bermotor, seperti mobil dan motor. Seringkali saya menyalahkan ayah saya yang tidak memberi saya kesempatan karena beliau khawatir dengan keselamatan saya. Tapi di suatu kesempatan baru saya sadari bahwa keputusan itu adalah yang terbaik, ya karena kondisi saya yang kidal ini. Coba saja ada kendaraan bermotor khusus orang kidal, mungkin akan lain ceritanya.
2. Saya ini pendiam dan ansos
Tidak banyak orang yang berani secara frontal untuk menyebut kata-kata diatas sebenarnya, tetapi sebagai manusia yang punya perasaan tentu saya dapat merasakannya, walaupun memang untuk mengubah sifat ini saya akui hingga saat ini saya belum mampu. Jika saja saya boleh beralasan, mungkin masa kecil saya lah yang menjadikan saya seperti ini. Saat kecil, tidak seperti kebanyakan anak-anak yang mempunyai teman bermain di lingkungan rumahnya, saya cenderung menjadi anak rumahan karena saat lahir, karier ayah saya tengah berada dalam puncaknya, dan karena itu beliau sering berpindah-pindah tempat kerja. Sebagai anak kecil, saat itu saya tidak punya pilihan selain mengikuti kepindahan orangtua. Tidak banyak memang teman bermain saya di masa kecil, mungkin hanya adik perempuan saya, pengasuh, dan bawahan-bawahan ayah saya. Di saat itu bisa dibilang saya sangat asyik dengan dunianya sendiri aka. ansos. Di masa-masa seharusnya anak-anak yang sudah semakin besar asyik bersosialisasi, saya harus menghadapi kenyataan bahwa karir orang tua menurun karena konflik dengan rekan kerja. Walaupun orang tua saya sangat pandai menutupi hal ini, tetap saja saya dapat merasakannya. Apalagi saya diajarkan untuk tidak menjadi anak yang banyak cakap. Sudah pasti saya menjadi orang yang pendiam
3. Saya (nampaknya) sangat gampang ...
Mungkin banyak orang yang tidak menyangka, tetapi sahabat-sahabat terdekat yang sangat mengenal saya pasti sangat setuju bila saya mengakui hal ini. Tetapi, cukup banyak alasan mengapa saya tidak punya pacar, apalagi mencari. Selain menurut apa yang saya anut hal itu termasuk mengandung banyak mudharat, sifat ini pastinya juga akan menyakiti pihak perempuan. Ya tentu dong, pasti pihak perempuan sangat sakit hati apabila pihak laki-lakinya ada “rasa” dengan perempuan lain. Jadi, daripada saya menyakiti perasaan orang lain, lebih baik saya aja yang sakit hati ;)