Random

sudah lama tidak menulis di blog lagi membuat saya mempunyai terlalu banyak ide di kepala. Jadi malam ini saya mau menulis banyak hal saja di tulisan kali ini.
Alhamdulillah perjalanan saya di semester genap lalu di kampus kedua saya berjalan dengan cukup mengecewakan. Trend nilai secara keseluruhan menurun terutama, kembali, pelajaran Bahasa Inggris membuat segalanya berantakan. Tetapi untunglah semua mata kuliah yang harus saya ambil di tahun pertama lulus semua, dan itu sangat patut saya syukuri, sehingga target minimal di tahun kedua nanti insya Allah tidak terlalu berat, karena setidaknya saya harus lulus 11 SKS lagi, dimana 9 sks kebetulan saat ini tengah saya tempuh di semester pendek, yang seperti sudah bisa diprediksi, tugasnya sangatlah mahabanyak. mudah-mudahan ke depannya kegiatan akademis dan juga luar kampus saya lancar jaya tanpa hambatan berarti. Amin, doakan saja :)

Lalu, suasana kampus saya yang seperti yang kita tahu bahwa sedikit orang yang perhatian dengan kepentingan umum karena kesibukannya, berubah menjadi sangat, sangat care tentang sesuatu. Walaupun melihatnya sempat bikin bad mood (cukup menganggu ujian saya yang lalu), tetapi overall perubahan iklim politik di kampus menunjukkan bahwa semuanya care tentang nasib calon adik tingkat mereka nanti. Walaupun saya tidak terlibat aktif mengikutinya, dapat saya pastikan bahwa tudingan-tudingan yang dihembuskan rekan-rekan itu tidaklah benar. Tidak ada niatan dari siapapun untuk menunggangi acara tersebut, tidak ada konspirasi untuk memenangkan calon tertentu, dan tidak ada intervensi dari pihak manapun. Kalaupun masih ada kekurangan disana-sini, mohon dimaklumi karena kita semua adalah mahasiswa, yang jika masih mempunyai kesalahan adalah suatu hal yang lumrah.

Sejak berkuliah di bilangan Depok, bisa dibilang bahwa saya tidak terlalu mengikuti perkembangan film di mancanegara, yang untungnya permasalahan di pemerintahan berupa pajak film impor itu membuat saya tidak terlalu bodoh-bodoh amat saat ditanya apakah film ini atau itu akan dirilis, karena jawabannya hanya satu, yaitu "Tidak tahu." Bukan apatis, tetapi karena tontonan yang berkualitas memang hampir tidak ada karena film-film lokal yang ditawarkan insan perfilman kita menurut saya tidak ada perubahan yang berarti. Entah mengapa mereka melakukan itu, tetapi menurut saya mungkin karena para produsen hanya memakai kacamata kuda yang melihat bahwa film dengan genre "esek-esek" sangatlah laku dipasaran. Entahlah untuk kalangan tertentu, tetapi untuk saya pribadi, lebih baik uangnya saya belikan makanan daripada dipakai untuk menonton film-film itu.

Lanjut lagi dari yang sebelumnya ya. Karena keterlibatan saya di dalam suatu wadah yang memberi apresiasi terhadap film-film dokumenter, maka saya berpendapat mengapa para produsen itu tidak membuat film-film yang berbau dokumenter saja. Selain berbiaya rendah, film jenis ini belumlah tergali dengan baik. Seperti yang kita tahu Indonesia mempunyai banyak, banyak sekali potensi alam yang masih bisa diolah. Dengan membuat film yang bertema alam saja, mungkin seperti tetralogi Laskar Pelangi atau seperti film The Way Back yang baru saja saya tonton, bisa kita bayangkan bahwa film seperti itu akan sangat menarik untuk ditonton, yang dapat membuat peta kompetisi perfilman dunia berubah, karena bukan hanya film-film Hollywood saja yang bermutu, tetapi kita juga bisa. Dan penggarapan di lahan tersebut tentunya pasti turut mendongkrak promosi industri pariwisata lokal, minimal untuk membuka pandangan wisatawan lokal bahwa untuk berlibur saja tidaklah harus pergi ke negara tetangga.

Mungkin sekian dulu tulisan dari saya. Semoga bermanfaat :)