John Legend - Someday (OST August Rush)


As days go by, and fade to nights
I still question why you left
I wonder how, it didn’t work out
but now you’re gone, and memories all I have for now
but no it’s not over
we’ll get older we’ll get over
we’ll live to see the day that I hope for
come back to me
I still believe that
we’ll get it right again , we’ll come back to life again
we won’t say another goodbye again
you’ll live forever with me
someday, someday
we’ll be together
someday, someday
we’ll be together
I heard someday, might be today
mysteries of destinies they are somehow
and are someway, for all we know
they come tomorrow
for today, my eyes are open
my arms are raised for your embrace
my hands are here to mend what is broken
to feel again to walk on the face
I believe there is more to life
oh I love you much more than life
and still
I believe I can change your mind
revive what is dying inside
and someday, someday
we’ll be together
someday, someday
we’ll be together
someday, someday
we’ll be together
we’ll be together
we’ll be together
someday

Selamat Jalan, Ibu bangsa!

Mantan ibu negara Ainun Habibie yang sempat terbaring kritis di rumah sakit Ludwig-Maximilians-Universitat, Klinikum Gro`hadern, Munchen, Jerman, akhirnya wafat pada pukul 17.30 waktu Jerman pada Sabtu, 22 Mei lalu. Hasri Ainun yang lahir di Semarang, 11 Agustus 1937, merupakan anak ke empat dari delapan bersaudara keluarga H Mohammad Besari.
Tidak banyak kenangan yang beliau ditinggalkan untuk saya secara pribadi sejujurnya. Tapi, jelas dia merupakan seorang sosok low profile dibalik kesuksesan BJ Habibie. Keharmonisan rumah tangga mereka selama 48 tahun bersama bisa terlihat dari betapa setianya seorang Habibie mendampingi jasad almarhumah hingga dimakamkan di Taman Makan Pahlawan. Ibu Ainun juga orang dibalik perjuangan pengakuan donor mata bagi para tuna netra. Beliau juga yang mendirikan Yayasan ORBIT, yang khusus untuk membiayai pendidikan anak-anak berprestasi yang kurang mampu. Kebetulan, beliau juga yang memberi nama ke sebuah SMA di bilangan Tangerang, Insan Cendekia. Tentu tulisan ini tidak bisa mengungkapkan bagaimana kehilangannya kita sebagai suatu bangsa. Bagaimana kehilangannya kita akan sosok keibuan, lemah lembut, penuh kasih sayang di balik kejeniusan seorang BJ Habibie. Tapi, dari kepergiannya, kita menjadi tahu bahwa, kematian itu adalah suatu kepastian yang akan kita semua alami, dan masih banyak pelajaran-pelajaran berharga lainnya yang kita petik. Terima kasih Ibu Ainun untuk segalanya...selamat jalan...

selamat jalan, Maestro!

Hari ini, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional ke-102, pada pukul 18.10 malam, Indonesia telah ditinggalkan seorang penyair lagu hebat, Bengawan Solo, yaitu Bapak Gesang, atau lengkapnya Gesang Martohartono.
Sebelumnya, banyak berita bermunculan yang mengatakan bahwa beliau telah meninggal. Kebetulan saya sendiri mengetahuinya dari media jejaring sosial. Cukup menarik bagaimana begitu cepatnya berita yang tidak ada kebenarannya bisa cepat tersebar di dunia maya.
Gesang, yang lahir di Surakarta tanggal 1 Oktober 1917, terkenal lewat lagu Bengawan Solo ciptaannya, yang ia ciptakan ketika ia berusia 23 tahun. Ketika itu sedang duduk di tepi sungai Bengawan Solo, lalu terinspirasi untuk menciptakan sebuah lagu. Proses penciptaan lagu itu sendiri memakan waktu sekitar 6 bulan. Padahal, pada awalnya Gesang muda bukanlah seorang pencipta lagu. Dulu, ia hanya seorang penyanyi lagu-lagu  keroncong untuk acara dan pesta kecil-kecilan saja di kota Solo.Lagu Bengawan Solo yang ia ciptakan itu ternyata juga memiliki popularitas tersendiri di luar negeri, terutama di Jepang. Bahkan Bengawan Solo sempat digunakan dalam salah satu film layar lebar Jepang, sehingga tak heran bila saat berita yang mengabarkan kalau beliau telah wafat juga sampai ke sana.
Selain Bengawan Solo, beliau juga menciptakan beberapa lagu, seperti Keroncong Roda Dunia, Keroncong si Piatu, dan Sapu Tangan pada masa Perang Dunia II. Sayang, ketiga lagu itu kurang mendapat sambutan dari masyarakat.
Dan sebagai bentuk penghargaan atas jasanya terhadap perkembangan musik keroncong, pada tahun 1983 Jepang mendirikan Taman Gesang di dekat Bengawan Solo. Pengelolaan taman ini didanai oleh Dana Gesang, sebuah lembaga yang didirikan untuk Gesang di Jepang.
Sayangnya, anak muda jaman sekarang jarang yang mengetahui lagu ini, termasuk saya :D
mari kita simak lagunya..
Dan selamat jalan, Pak Gesang! karya anda tak akan pernah hilang ditelan waktu :)


Kita tidak tahu

sebelum ruh kita dihembuskan Allah ke rahim ibu kita
Kita tidak tahu dimana kita akan dilahirkan
Kita tidak tahu akan menjadi anak siapa
Kita tidak tahu akan diajarkan apa oleh orang tua kita
Kita tidak tahu kemana nasib kita akan berjalan
Kita tidak tahu akan hidup di mana kelak
Kita tidak tahu akan bertemu dengan siapa di masa depan
Kita tidak tahu masalah apa yang akan menyambut kita kelak
Kita tidak tahu akan menjadi apa kita kelak
jadi presiden kah? atau pilot? atau orang kantoran? atau malah....
Kita bahkan tidak tahu kapan kematian mendatangi kita
Kita juga tidak tahu di mana dan dengan cara bagaimana kita mengakhiri hidup

Yang seharusnya kita tahu, tapi mungkin terlupa
adalah bahwasanya kita punya Tuhan, jauh sebelum ruh kita dihembuskan
kita punya Tuhan tempat kita bergantung
sayangnya...kita juga tidak tahu

Sejak...

Sejak aku terkunci di ruang sempit ini
Aku jadi banyak merenung
Bagaimana aku yang dulu pernah jadi putra terbaik bangsa
Sekarang jadi bertetangga dengan perampok pencuri dan pemerkosa
Hanya sementara katanya,
Sebelum aku dipindahken ke ”lubang tikus” lain entah di mana

Dulunya aku aktivis mahasiswa
Berjaket berikatkepala
penuh keyakinan kuteriakkan kata-kata ” Lawan !”
menyumpahi para serdadu bersepatu lars
menyerapahi para birokrat yang ber-monoloyalitas

Kutanggalkan jaketku saat kutinggalkan dunia mahasiswa penuh euphoria
Lalu kuaplikasikan ilmuku untuk mengejar setoran
Takpapa jadi tukang bagi raksasa kapital mancanegara
Yang jelas gaji 8 digit aku dapatkan di tahun ketiga
Buat modal melamar buah hati dari kampus tetangga

Umur 35 aku jadi direktur utama
Rumah tanah mobil semua aku punya
Dan tak lupa , tentu saja, ehm , sekertaris yang jelita

Bahkan sebelum paruh baya aku sudah hampir di puncak dunia
Saat itu sahabatku mengenalkan permainan yang baru
Kau dapat meraih segalanya, katanya, asalkan kau punya kuasa
Lantas aku jadi aktivis parpol ternama
Dan tak lama kemudian aku jadi dirut BUMN terkemuka

Tentu saja aku harus balas jasa pada ”mereka”
Kumainkan semua anggaran, demi mengejar setoran
Tak lupa kusisihkan barang 5-10 M untuk tabungan masa depan
Lantas suatu hari ada proyek raksasa
Dan tentu saja ”mereka ” segera meneriakkan titahnya
”Proyek ini harus jadi milik kita ”
Aku terpaksa menggunakan semua cara
Lobi sini lobi sana, sogok sini sogok sana
Mulai dari karaoke, panti pijat sampai ke Hotel Mulia

Entah siapa yang akhirnya bicara
Saat itu aku hendak setor ke salah satu anggota dewan
Tunai , cek perjalanan lengkap dengan bonus perawan
Tiba-tiba Punggungku ditepuk dari belakang
”Bapak kami tangkap , karena menyalahgunakn uang negara”
Dan besoknya aku jadi foto berita utama
Lengkap dengan seragam biru bertuliskan KaPeKa

Sejak aku terkunci di ruang sempit ini ....
Aku cuma bisa berdoa
Semoga putra dan putriku yang sekarang di Elektro dan Farmasi
tidak bernasib seperti ini....

(lamunanku terbuyar oleh teriakan sipir penjara,
”Pak , ditunggu pengacaranya di muka, katanya vonis bapak akan
dibacakan pukul tiga” )

Padi - Hitam

Campur aduk layaknya gado-gado yang enak

Rasanya saya pernah mengalami perasaan yang sama dulu. Sangat persis sama bahkan. Dua tahun yang lalu. Saat dimana hati dan logika saling beradu dan sama kuatnya. Dulu, saya sudah memilih, dan buktinya pilihan itu tidaklah yang terbaik bagi saya, karena kembali ke posisi yang sama. Seperti membuang 2% jatah hidup saja. Menyedihkan.
Saat ini, diri ini merasa belum mantap melangkah ke salah satu jalan. Bahkan untuk condong bergerak ke depan saja takut. Menyedihkan memang.
Memang benar finansial bukanlah masalah, karena walau bagaimanapun tentu rezeki sudah diatur olehnya. Tapi...apa iya semudah itu?
Memang benar bila yang satu sepertinya sangat menyakinkan untuk dipilih. Tapi...apa iya omongan orang harus selalu di dengar? Apa iya kita diciptakan untuk memuaskan orang lain saja? Sepertinya tidak...
Apa iya.........ah sudahlah.
Biarkan Dia saja yang memutuskan
Toh apa yang terjadi di atas muka bumi tiap detiknya sudah Ia atur di dalam mega blueprint di Lauhul Mahfudz
manut sajalah kita, tidak usah banyak bertanya-tanya, sami'na wa atha'na saja
lagipula belum tentu yang menurut kita bagus, terbaik di dunia bahkan di seluruh jagat raya, bagus juga menurut-Nya
"nurut aja, Bos!!", kata suruhan-Nya
because, just like what Albert Einstein said,"God doesn't play dice."
Believe!! 

Dilema

Dilema
Itu yang saya rasakan, hari ini, pagi ini.
Ingin rasanya membenamkan diri di bawah air terjun dan duduk seharian
Ingin rasanya duduk di pinggir pantai seharian melihat sunrise dan menunggu sunset
Ingin rasanya melempar granat di gedung miring DPR
Ingin rasanya melompat-lompat di Stredford End
Ingin rasanya terbang layaknya Superman dan berkeliling dunia saat ini juga
Ingin rasanya..berdiam diri, merenung..
Mempertanyakan apa yang saya cari 5 bulan terakhir ini
Mempertanyakan apa niat yang saya usung ini benar atau tidak
Mempertanyakan apa sih sebenarnya pilihan yang terbaik dari-Nya
Mempertanyakan apa tujuan saya hidup

Sri, Kapan Kowe Bali?

Sri, kapan kowe bali. Kowe lunga ora pamit aku. Jarene neng pasar pamit tuku trasi. Nganti saiki kowe durung bali (Sri, kapan kau kembali/Kau pergi tanpa pamit kepadaku/Katamu kau pergi ke pasar hendak beli terasi/Ternyata sampai kini kau belum kembali).

Itulah bait pertama lagu ”Sri Minggat” ciptaan Sonny Josz. Lagu ini menceritakan seorang lelaki yang ditinggal minggat kekasihnya. Lelaki itu sedih dan meratap, mengapa Sri, kekasihnya, tega meninggalkannya. Ia tak tahu di mana Sri sekarang. Ia hanya bisa melampiaskan rindunya dengan menyanyi: Sri, kapan kau kembali?

”Sri Minggat”, lagu campur sari yang bernada dangdut itu, sangat populer di kampung-kampung dan desa-desa Jawa sekitar empat tahun lalu. Pernah, di suatu malam menjelang perayaan 17 Agustus, penulis ikut melebur bersama sekelompok sopir dan kenek angkutan kota, kuli, pemulung dan nelayan, yang menyanyikan lagu ”Sri Minggat” di tepi Pantai Kenjeran, Surabaya. Dengan tape recorder sederhana, lagu itu diputar berulang kali. Orang-orang kecil itu berjoget mengikutinya.

Di tengah keadaan demikian, ”Sri Minggat” tak lagi terasa sebagai lagu tentang seorang lelaki yang ditinggal kekasihnya. Di sana, ”Sri Minggat” serasa terdengar sebagai jeritan rakyat kecil yang tak pernah merasakan buah kemerdekaan. Maklum, lagu itu terdengar di tengah orang-orang sedang tirakatan menyambut hari kemerdekaan 17 Agustus.

Rakyat kecil itu seperti ditinggalkan oleh kemerdekaan dan, ketika mereka menyanyikan bait Sri kapan kowe bali, suara mereka seakan bertanya kapan kemerdekaan akan kembali.
Buat orang Jawa, Sri bukan sekadar nama wanita. Sri adalah kultur. Itulah yang termaktub dalam mitos Dewi Sri, dewi kesuburan, ibu petani Jawa.

Tak seperti dewi lain yang lahir dalam kemuliaan, Sri lahir dari kemiskinan dan kesedihan. Seekor naga dari dunia bawah tanah bernama dewa Anta menitikkan air mata. Air mata itu kemudian berubah menjadi telur-telur. Satu telur itu pecah dan darinya lahir putri jelita, Dewi Sri namanya. Ini semua adalah lambang bahwa Sri adalah anak yang dilahirkan dari keprihatinan dan kemiskinan bumi.

Dikotomi kultur-nonkultur
Dalam etnologi, perempuan sering dianggap sebagai ”unsur kultur”, yang berhadapan secara dikotomis dengan lelaki sebagai ”unsur nonkultur”. Manusia memang mempunyai kecenderungan untuk menjadi barbar dan antikultur. Bila demikian, Bumi yang dilambangkan sebagai perempuan jelita akan menjadi korbannya.

Dalam mitos Jawa, itulah yang terjadi ketika Batara Guru, raja dari segala dewa, hendak menyetubuhi Dewi Sri. Dewi Sri tak dapat menghindar dari paksaan itu. Dewi Sri kemudian mati, tetapi kematiannya memberikan kehidupan dan kesuburan bagi para petani. Karena itu, jika sawah dilanda kekeringan dan tanaman tak menghasilkan buah, petani Jawa meminta agar Dewi Sri datang menyuburkan.

Sekarang kesedihan karena kepergian Sri tiba-tiba muncul kembali ketika pada Rabu (5/5/2010) kita dikejutkan oleh pengunduran diri Sri Mulyani. Tak perlu diulang kembali di sini segala puja-puji karena sederet prestasi Menteri Keuangan Indonesia ini. Tak perlu juga dituturkan kembali pro dan kontra atas keterkaitannya atau ketidakterkaitannya dengan kasus Bank Century. Yang jelas, banyak sekali dari kita yang merasa kehilangan karena kepergiannya.

Memang ada alasannya Sri Mulyani pergi: Ia menerima penunjukan dirinya sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. Akan tetapi, mengapa ia justru pergi saat kita amat membutuhkannya dan saat ia sendiri gerah karena kasus Bank Century yang memojokkannya? Inikah sebuah tanda zaman bagi kultur kita?
Sri Mulyani adalah pejabat negara yang dikenal tegas dalam melakukan reformasi birokrasi dan pemberesan bidang pajak dan pabean. Ia juga memperlihatkan komitmen mendalam untuk memberantas korupsi. Toh, akhirnya ia pergi.

Adakah peristiwa ini boleh ditangkap sebagai tanda krisis, yang dalam kebudayaan Jawa disebut dengan datangnya zaman Kalatidha?

Zaman kebaikan tumbang
Memang dalam Serat Kalatidha karya pujangga Ranggawarsita diramalkan akan datang zaman ketika segala kebaikan akan tumbang. Walau negara memiliki pejabat, pemerintah, dan punggawa yang luar biasa pandai dan bijaksana, segala maksud baik yang diinginkan tak bisa terwujud. Sebaliknya, negara akan terjerumus ke dalam gangguan yang tiada habisnya.
Ing zaman keneng musibat, wong ambeg jatmika kontit: di zaman yang penuh kebatilan, orang yang berbudi baik malah terpental. Itulah salah satu ramalan Serat Kalatidha. Tampak bahwa, jika zaman kacau itu datang, keadaan masyarakat tidak lagi afirmatif terhadap kebaikan dan orang-orang yang berbudi baik.

Itulah krisis zaman. Krisis inilah yang membuat orang-orang bijak tertendang keluar. Memang dalam keadaan seperti ini benak orang-orang bijak dilanda keraguan. Ia ingin tinggal di sini, di negerinya sendiri, tetapi sekaligus ia ingin sejauh-jauhnya pergi dari sini. Mungkin perasaan macam itulah yang melanda Sri Mulyani akhir-akhir ini.

Namun, marilah kita kembali pada lagu ”Sri Minggat” tadi. Lagu itu tidak berakhir dengan ratapan dan kerinduan si lelaki yang ditinggalkan oleh Sri. Lagu itu masih disusul oleh jawaban Sri, mengapa ia pergi: Mas, sepurane wae/Aku minggat, ora pamit kowe/Sepuluh tahun urip karo kowe/Ora bisa nyenengke atiku (Mas, maafkan aku/Aku minggat, tanpa pamit kamu/Sepuluh tahun hidup bersamamu/Tak bisa menyenangkan hatiku).

Sri Mulyani pergi. Adakah itu terjadi karena kita tidak bisa menyenangkan hatinya lagi: Sri, kapan kowe bali?

Sindhunata

Padi - Mahadewi



Hamparan langit maha sempurna
Bertahta bintang-bintang angkasa
Hanya satu bintang yang berpijar
Teruntai turun menyapaku

Ada tutur kata terucap
Ada damai yang kurasakan
Bila sinarnya sentuh wajahku
Kepedihanku pun...terhapuskan

Alam rayapun semua tersenyum
Merunduk dan memuja hadirnya
Terpukau aku menatap wajahnya
Aku merasa mengenal dia

Tapi ada entah dimana
Hanya hatiku mampu menjawabnya
Maha Dewi resapkan nilainya
Pencarianku pun...usai sudah

Maha Dewi resapkan nilainya
Maha Dewi tercipta untukku

Jelang Final Liga Champions Eropa 2009/2010

Menarik, sekaligus menyesakkan. 2 kata ini sangat cocok menggambarkan drama yang terjadi hingga mempertemukan 2 tim, Bayern Muenchen dan Internazionale Milan.
Menarik mengingat pada musim lalu mereka tersingkir lebih awal oleh finalis tahun lalu, Manchester United dan Barcelona. MU menyingkirkan Inter Milan, sedangkan Barcelona mencabik-cabik Bayern Muenchen dengan agregat yang cukup telak juga. Tapi musim ini, Bayern Muenchen dan Inter Milan sama-sama "saling membantu". Bayern Muenchen menyingkirkan MU dengan away goalnya, sedangkan Inter Milan menyingkirkan Barcelona dengan taktik sepakbola negatifnya di Nou Camp. Dan kalimat yang disebutkan terakhir ternyata meyesakkan juga (bagi saya). Bagaimana penampilan gemilang MU dihentikan dengan tendangan first time Robben, pemain baru Muenchen yang terbuang di Real Madrid. Bagaimana Inter Milan memporak-porandakan pertahanan Barcelona dengan trio Milito-Eto'o-Sneidjer, yang kebetulan mereka juga pemain-pemain yang baru dibeli musim ini. Diego Milito dibeli dari Genoa, Eto'o "terbeli" dari hasil tukar guling Ibrahimovic ke Barcelona, dan Sneidjer yang merupakan pemain buangan dari Real Madrid.
Lalu pertanyaannya, siapakah yang akan memenangkan duel di Santiago Bernabeu tanggal 22 Mei nanti?
Muenchen, sebagai tim yang cukup punya tradisi di Liga Champions - sudah 4 kali menggondol pialanya, terakhir tahun 2001, lebih di atas angin daripada Inter Milan yang terakhir menjuarai Liga Champion kalau tidak salah 45 tahun yang lalu. Kedua tim juga mengandalkan kemampuan fisik yang mumpuni, jadi sudah pasti saat final nanti akan menjadi pertarungan yang sangat melelahkan bagi para pemain. Dan, kebetulan atau tidak, pelatih kedua tim, Louis Van Gaal dan Jose Mourinho adalah "alumni" satu klub sepakbola, yaitu Barcelona. Mourinho pernah menjadi asisten pelatih Van Gaal saat Van Gaal masih melatih Barcelona dulu. Tentu sangat menyenangkan bagi mereka berdua dapat bermain di kandang musuh bebuyutan Barcelona, Real Madrid. Adapun kedua tim mempunyai pemain-pemain buangan dari Real Madrid yang kemudian bersinar kembali, yaitu Robben dan Sneidjer. Faktor-faktor ini tentu meyebabkan final di Santiago Bernabeu adalah final di tempat yang benar-benar netral.
Tetap mengingat dalam beberapa tahun terakhir, percaya atau tidak, tim yang dapat mengalahkan Chelsea di babak knockout Liga Champions akan menjadi juara di akhir musim, dan dengan tidak bermainnya Ribery di final nanti, sepertinya spirit tinggi usai mengalahkan juara bertahan sekaligus tim yang diklaim sebagai tim terbaik dunia saat ini, Barcelona, sepertinya tidak akan mengejutkan apabila Inter Milan akan memenangkan pertandingan final nanti untuk melepas kerinduan 45 tahun tanpa gelar prestisius ini.
Kita tunggu saja...